Monday, February 6, 2012

Kajian Tafsir An-Nuur: 44 ep.#1: Berpikir. Berpikir. Berpikir.


Setelah 17 hari saya absen dari kajian2 di jogja, Alhamdulillaah hari ini bisa datang lagi,,, masih bersama temen saya tercinta. *eh.
Sebenarnya pas kajian tadi saya sedang sangat ngantuk sekali. Mata rasanya perih, kepala pusing. Tapi setelah pulang ke kos, jadi kepingin berbagi ilmu yg tadi saya dapat.. tentang tafsir An-Nuur ayat 44

Dengan nama Allah.. :)

44. Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang berpikir. ~Quran Surah An-Nuur (24): 44

Dalam Surah An-Nuur ayat 44, Allah menyebut kata Uulil abshaar. Pada sebagian besar quran terjemah yang saya baca, ulil abshar di ayat ini diterjemahkan sebagai orang-orang yang memiliki penglihatan, -atau pandangan- yang tajam. Namun, di kajian tadi sore, kalimat ini diterjemahkan sebagai "orang-orang yang berpikir".

Sebelumnya, dipaparkan tentang garis besar tafsir an-Nuur yang berisi tentang 2 hal, yaitu fardhullah dan ayatullah. Fardhullah artinya keharusan-keharusan Allah, yang meliputi perintah dan larangan. Perintah Allah harus dilaksanakan dan larangan Allah harus dijauhi. Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah akan melahirkan sifat TUNDUK. Ayatullah berarti tanda-tanda kekuasaan Allah. Tanda-tanda kekuasaan Allah ini akan melahirkan sifat PASRAH. Dua sifat ini, TUNDUK dan PASRAH, merupakan karakteristik orang-orang muslim yang Allah sebutkan dalam surat Ali Imran ayat 132
102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Muslimuun dalam ayat tersebut memiliki 2 makna, yaitu tunduk dan pasrah.

Kembali lagi ke surat an-Nuur ayat 44. Di awal ayat ini, Allah memaparkan salah satu tanda kekuasaan-Nya yaitu pergantian siang dan malam. Yang di dalam kekuasaan-Nya tersebut, terdapat banyak pelajaran bagi ulil abshar. Nah, pertanyaannya, siapa itu ulil abshar? Ulil abshar diartikan sebagai orang yang mempunyai pikiran, yaitu orang yang setiap kali dia berpikir maka ia akan memperoleh pencerahan. Ulil abshar adalah orang yang dengan pemikirannya, ia akan berani menyimpulkan bahwa apapun yang terjadi di dunia ini adalah wujud kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Tidak butuh gelar sarjana untuk menjadi ulil abshor, orang yang memahami ilmu tentang pergantian siang dan malam bukanlah seorang ulil abshar ketika ia tidak dapat memaknai pergantian siang dan malam sebagai wujud kasih sayang Allah kepada manusia. Seorang dokter ahli saraf bukanlah ulil abshar jika ia tidak menyadari bahwa setiap ujung saraf bebas untuk mendeteksi rasa nyeri di tubuh manusia adalah wujud kasih sayang Allah kepada manusia.

Ust. SAR: Apakah ada yang mustahil bagi Allah?
Jama'ah: Tidak.
Ust. SAR: Salah. Ada yang mustahil bagi Allah.... Mustahil Allah tidak menyayangi kita.

Agar dapat berpikir seperti berpikirnya ulil abshar, kita harus tahu rambu-rambunya. Rambu berpikirnya ulil abshar ada tiga, yaitu:
  1. Berpikir apapun harus menjadi jalan menuju akhirat. Misalnya belajar, harus bisa jadi jalan menuju akhirat, bukan semata-mata untuk mendapat nilai bagus atau jadi mahasiswa teladan. Makan nasi rames kumplit sayur lauk pauk, harus bisa jadi jalan menuju akhirat, ga semata-mata untuk bikin kenyang aja. Nulis blog, harus jadi jalan menuju akhirat, bukan cuma kegiatan mengisi waktu luang dan berkeluh kesah semata. *ups.menohok diri sendiri. :p
  2. Berpikir apapun harus menjadikan diri saya bahagia. Bahagia itu mengandung 3 unsur, yaitu kegembiraan, kedamaian, dan rasa syukur. Ketika salah satu dari unsur itu tidak terpenuhi, maka bukanlah kebahagiaan. Orang ulil abshar itu, selalu berpikir apapun harus membuatnya bahagia. Misalnya, hilang uang. Seorang ulil abshar akan bahagia dengan hilangnya uang, karena dia berpikir, uangnya hanya 'dititipkan' kembali kepada Allah, kalo suatu saat dia perlu uang itu akan Allah kasih lagi.
  3. Berpikir apapun harus membuat diri saya bermanfaat buat sesama, minimal tidak menyusahkan orang lain. Misal, parkir motor. Seorang ulil abshar, akan berpikir apakah posisi parkirnya akan menyulitkan motor lain yang mau keluar atau ga. Atau pas di lampu merah, seorang ulil abshar akan berpikir apakah asap kendaraannya akan mengganggu pengendara lain di belakangnya/ tidak.
Semoga Allah menguatkan kita untuk dapat memenuhi ketiga rambu tersebut, sehingga Allah memantaskan kita menjadi ulil abshar yang mampu mengambil pelajaran dari setiap kuasa Allah yang terhampar di bumi. aamiin.

Trus, apa akibatnya kalo kita ga mau berpikir? --> kita jadi ga bisa mengerti.... :(
Akan muncul penyakit-penyakit manusia modern..apa aja tuh???
  1. Disorientasi. Seharusnya, manusia kan orientasinya kembali adalah Allah. Sebagaimana pertanyaan Allah di surat at-takwiir ayat 26, "Fa ayna tadzhabuun." ...maka kemanakah kamu akan pergi... dan jawabannya di surat Fathiir ayat 18, "Wa ilallaahil mashiir." ...dan kepada Allah-lah kembalimu... Seorang yang disorientasi akan memandang segala urusan hanya dengan sudut pandang dunia semata. Bukannya ga boleh mikirin dunia, boleh banget. lha wong kita hidup di dunia. Tapi, kalo semata-mata hanya dunia, itu yang ga boleh. Karena orientasi kita harusnya kepada Allah, kepada alam akhirat tempat hidup kekal kita nanti. Seorang manusia yang mengalami disorientasi kayak gini akan merasa betah tinggal di kampung rantau "dunia" , dan tidak ada rindu untuk "pulang" ke kampung asal "akhirat". (bukankah kita semua ini asalnya adalah dari alam akhirat, maka sesungguhnya dunia adalah tempat kita merantau). ya Allah, sudahkah saya rindu dengan alam akhirat..? Astaghfirullah..
  2. Distorsi. Yaitu menyimpulkan segala peristiwa dalam hidup ini dengan kesimpulan yang terbalik, sehingga menzhalimi diri sendiri. Misalnya, seorang menganggap dosa itu menyenangkan, padahal kan dosa itu kotoran, dan mana ada kotoran yang menyenangkan. Atau, orang yang beranggapan bahwa sabar itu sulit. Padahal, sabar itu kan kebutuhan ruhani kita, sama halnya dengan jasmani kita yang butuh makan. Sabar sama makan kalo kita pikirkan dengan benar, sebenernya kan lebih sulit makan (makan butuh uang, butuh waktu misalnya), sedangkan sabar, 'cuma' butuh hati lapang -yang bisa dicapai tidak sampai 5 detik- tanpa uang sepeser pun. Jadi sebenernya lebih gampang sabar daripada makan, tapi masih banyak orang yang menyimpulkan sabar lebih sulit daripada makan.Termasuk saya,,,
  3. Disharmoni. Maksudnya adalah hilangnya keharmonisan dengan diri sendiri. Disharmoni ini Rasulullaah gambarkan dalam haditsnya, orang yang apabila berbicara ia berbohong, bila berjanji ia ingkar, dan bila dipercaya ia khianat.
Ketiga akibat tidak mau berpikir tersebut, bisa jadi membawa kepada bencana mahadahsyat dalam hidup seorang hamba.. yaitu... ter-DISkualifikasi dari dunia dengan su'ul khatimah. na'udzubillah,,tsumma na'udzubillah..

~Tiadalah Allah memberikan kita ilmu melainkan Allah memberi kesempatan kita untuk mengamalkannya~ Ust.Syatori AR, 12 Ramadhan 1432H

Segala puji bagi Allah.. :)

No comments: