Thursday, June 28, 2012

Enough is enough


Hasbiyallah.. Cukuplah Allah bagiku. Sering kita mendengar kalimat ini terlantun dari lisan seorang muslim. Kalimat bukan sembarang kalimat. Ketika diucapkan dengan sesungguh hati, inilah kalimat pernyataan keutuhan iman seorang hamba kepada Rabb-nya.. Allah Ta’ala.

Jadi ingat kisah shahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terekam dalam sejarah ketika beliau menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah, lalu beliau ditanya, “Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu?” Jawab beliau, “Aku tinggalkan untuk keluargaku, Allah dan Rasul-Nya.” Hmm. Dulu nih, jaman dulu. Lebih 10 tahun-an yang lalu mungkin, saya suka mempertanyakan dalam hati jawaban Abu Bakar ‘alaihissalam ini. Otak saya yang masih didominasi oleh logika ’semata’ mencoba memahami bagaimana bisa Abu Bakar sebegitu yakinnya bahwa ia bisa hidup dan menghidupi keluarganya tanpa harta sepeser pun yang ia tinggalkan. Hehe. Maklum, kan ceritanya dulu belum ‘ngaji’.

Ya, Abu Bakar adalah contoh nyata seorang hamba Allah sekaligus pengikut Rasulullaah Saw yang begitu shahih aqidahnya. Tingkat keyakinan beliau pada Allah dengan segenap kuasa-Nya adalah bulat 100%. Beliau teladan yang sempurna. Beliau terlepas dari setiap bentuk ketergantungan terhadap makhluk, baik manusia, harta, jabatan, kedudukan, dll. Beliau yakin sepenuhnya bahwa yang rizki beliau dan keluarganya tidaklah ditanggung oleh harta yang beliau miliki melainkan sepenuhnya, semata-mata hanyalah oleh Allah Rabb Semesta Alam. Dan tingkat keyakinan yang seperti ini sangat penting untuk kita miliki sepanjang umur hidup kita, hingga kematian itu datang. Keyakinan yang utuh kepada Allah, tidak ternoda oleh kebergantungan terhadap selain Allah sekecil apapun.

Hehe, lompat-lompat nih jadinya. Selama hidup, adalah sebuah keharusan bagi kita untuk senantiasa berinteraksi dengan makhluk (baca: manusia. saya lagi pingin bahas terutama tentang interaksi sama manusia dulu nih. hehe). Interaksi inilah yang kemudian seringkali mendatangkan kenangan-kenangan manis, namun tidak jarang pula meninggalkan kenangan pahit. Disayang mama-papa, disenangi teman, dibayarin makan, dianter-jemput pergi-pulang sekolah/kantor, disenyumin orang, dimasakin masakan enak, diajarin ilmu bermanfaat, dikasi hadiah, dihibur pas sedih, ditemenin pas sendirian, dan masih banyak lagi kenangan manis yang bisa terukir dari interaksi kita dengan manusia. Di lain pihak, bukan tidak mungkin kita mengalami saat-saat diledek, dicibir, diketusin, diklakson sama mobil belakang padahal lampu lalu lintas masi merah, disalip kanan-kiri padahal udah cakep2 jalan lurussss (sungguh bikin kaget bin ngeri dehh org yg nyalip2 tuh, apalagi nyalipnya sambil ngebut smp bunyi ngoeeengggg kenceng banget gtu -,-“), dimarahi dosen, diomongin orang, dan di- di- lainnya yang ga enak di hati. Ketika yang kita terima adalah hal-hal manis, alhamdulillaah.. tapi yang kemudian seirng menjadi masalah adalah bila yang kita terima adalah hal-hal yang pahit tadi. Kenapa oh kenapa? Karena seringkali hal-hal gak ngenakin itu bikin kita bete, boring, kecewa, sedih, sakit hati, patah hati (err.. secara terminologi kedokteran ini sangat salah, bo..karena cuma tulang sama gigi yang bisa patah). Perasaan2 macam ini, ketika kita tidak pandai-pandai menyikapinya, bisa jadi penyakit hati yang kronis bahkan berkarat. Na’udzubillaah..

Di sinilah pentingnya kalimat pertama pada postingan ini. Rasa sakit hati, kecewa, sedih, bete, kesel, bisa muncul ketika kita masih menggantungkan diri pada makhluk. Ketergantungan dengan berbagai macam bentuknya: ingin dihargai orang, ingin disayang orang, ingin selalu diperlakukan baik sama orang, ingin selalu ditemenin pas sendirian, ingin selalu dihibur pas sedih, ingin disenengin dosen, macem-macem keinginan lain deh yang merujuknya selalu kepada makhluk (dalam hal ini konteksnya saya baru membahas makhluk yang namanya manusia). Nah selama ketergantungan dengan manusia ini masih ada, sekecil apapun, maka ketika terjadi hal-hal yang kontra dengan keinginan-keinginan tadi, kita akan merasakan yaa tadi itu.. marah, kesel, sebel, sakit hati, kecewa, sedih.. Berbeda, sangat berbeda ketika ketergantungan ini sudah dilepaskan. Tidak ada ketergantungan lagi terhadap makhluk. Cukuplah Allah saja. Dan cukup artinya yaa cukup. Enough is enough. :) Cukuplah kasih sayang dan ampunan Allah yang mengisi relung-relung hati kita.. maka apapun hal tidak mengenakkan yang kita terima dari manusia lain tidak akan mengusik hati kita, tak akan membuat luka di hati kita. Ketika pun kita masih harus merasa kecewa/ sakit hati atas dikap orang lain yang tidak menyenangkan, maka semudah rasa sakit itu datang, semudah itu pula ia akan pergi.. tidak akan ia menjangkiti hati dan menimbulkan penyakit di dalamnya. Tidak akan, insyaAllah.. Karena hati yang merasa cukup dengan Allah akan selalu dalam kesadaran bahwa dirinya terlalu berharga untuk disakiti oleh sesama manusia. So, yukss sama-sama kita belajar mencukupkan diri dan hidup hanya dengan Allah.. J Karena sungguh, Allah maha mencukupkan setiap kebutuhan kita. Apapun itu.
 

Wednesday, June 20, 2012

Ngimpi Juga Pake Doa


Dengan nama Allah..
Doa adalah senjata orang mukmin. Sungguh beruntunglah orang-orang yang dikaruniai oleh Allah keimanan yang utuh pada-Nya sehingga hanya Allah-lah yang sennatiasa menjadi tempatnya bergantung dan meminta pertolongan. Karena keimanan inilah yang akan menjadi kunci bagi terbukanya kebaikan-kebaikan yang dari doa yang dipanjatkannya kepada Allah Ta’ala.

Kita manusia punya banyaak sekali keinginan. Tak terhingga. Pingin pinter, pingin sehat selalu, pingin lulus ujian, lulus kuliah, dapet kerjaan, punya duit banyak, punya rumah, punya pasangan yang soleh-solehah, punya mobil, punya deposito, pingin punya anak-anak sehat2 lucu2, pingin umrah, naek haji, menghajikan orang tua mungkin, pingin ke luar negeri, punya kapal pesiar, punya helikopter, bahkan kalo bisa punya pulau sendiri juga mau dah, dllsb. Ga ada habisnya keinginan manusia selama masih hidup di dunia. Bahkan seringkali belum selesai satu keinginan/ impian tertunaikan, udah muncul lagi keinginan yang lain. Tapi meskipun keinginan kita bejibun (baca: banyak banget), kita masih sering aja lupa sama Allah yang Maha Mengabulkan setiap impian. Kita berusaha mati-matian –yang sering kita bilang dengan PD-nya sebagai ikhtiar–. Kita lupa, bahwa sebenarnya ikhtiar kita yang kita anggap semata2 adalah usaha kita, tidak lain ikhtiar itu pula adalah karena kasih sayang Allah yang menjadikan kita sehat, panjang umur, memiliki waktu, tenaga dan pemikiran untuk berikhtiar. Kita lupa untuk bersyukur atas kesempatan ikhtiar yang Allah berikan, terlebih lagi kita lupa untuk meminta sama Allah untuk mewujudkan setiap impian kita. Sering kita kemudian berkelit, “Impian kan ga datang cuma dengan doa?!” Lah. Emang siapa juga yang bilang kita cuma butuh berdoa? Ya engga lahh.. Allah ga akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu mengubah keadaan dirinya sendiri. Tapi lihat juga firman Allah yang lain dalam Surah Al-Mu'min (40) ayat 60:
60. Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku [1327] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".

[1327] Yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdo'a kepada-Ku.


Ikhtiar dan doa itu harus seimbang. Ga bisa kita melebihkan satu dari yang lainnya. Bahkan sesungguhnya, dalam doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah Ta’ala juga ada ikhtiar di dalamnya. Ibaratnya orang yang mau naek pangkat/ jabatan sibuk cari koneksi kesana kemari ke manusia, ikhtiar kita mestinya kalo mau naek jabatan adalah sibuk memperbaiki koneksi sama Allah Ta’ala. Jaga koneksi dengan doa ini sarana nya banyak banget. Dari mulai baca qur’an, berdoa, sholat tepat waktu, solat dhuha, solat malem, puasa, shodaqoh, birrul waalidayn, dll. Biar koneksi sama Allah nyambuuung terus.. kayak iklan apaa gtu.

Doa inilah yang menjadi pembeda orang-orang beriman dengan yang tidak beriman. Seorang yang tidak beriman kepada Allah hanya menggantungkan impiannya pada makhluk, pada usahanya sendiri, pada orang lain, pada uangnya, pada sodaranya, pada bosnya, pada orang tuanya, pada mertuanya, dllsb. Sedangkan orang beriman hanya menggantungkan impiannya pada Allah Ta’ala. Ia punya impian setinggi langit, tapi juga memiliki hati yang pasrah dan yakin sedalam-dalamnya pada setiap kuasa Allah untuk mewujudkan impiannya. Orang-orang seperti ini, insyaAllah ketika mendapat apa yang diimpikannya tidak akan lupa diri (baca: sombong, takabbur) dan ketika belum mendapat apa yang diimpikannya ia tidak akan kecewa.

Segala puji bagi Allah.. :))