Friday, April 13, 2012

MAN Insan Cendekia Serpong: satu tempat sejuta kenangan.. PART 3

IC di waktu subuh... ^^
'wajib' baca juga: :) :)
http://nadiagani.blogspot.com/2012/11/gajah-mati-meninggalkan-belang-manusia.html

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang...

Tadi malam. Ba'da maghrib. Sehabis menemani bapak rapat persiapan UN SMA di salah satu SMA Negeri di Tangerang Selatan. Saya berkenalan dengan ibu kepala sekolahnya.. Manis, enerjik, jilbaber..hehe. Di tengah-tengah obrolan kami, tercetuklah bahwa saya sekolah menengah atas di MAN Insan Cendekia Serpong. Si Ibu Kepsek jadi kaget..

"Oh! IC!", serunya.
"Iya bu...", balas saya agak-agak salting gitu dengan kekagetan si ibu.
Saya jadi agak-agak salting karena bingung kenapa kok ibunya berseru dan berekspresi seru banget begitu. 'Ada apa dengan IC?? Ada apa??' kata saya dalam hati --> Lebayy.
"Aduh mbaa! Saya tuh paling seneeeengggg banget kalo disuruh mengawas ujian di Insan Cendekia. Haduuhh... anak-anaknya itu... ditinggal sendiri aja, gak usah diawasi, udah aman deh. Gak ada lagi yang lirak lirik. Gak perlu pengawas kali yaa sebenernya. Pokoknya santai, enak banget deh kalo jaga ujian siswa-siswi IC."
Saya hanya bisa membalas dengan senyuman, sambil bersyukur di dalam hati.... :) :)
*************************************************************************************
Ya, memang. Seperti itulah kondisi persisnya yang saya rasakan selama 3 tahun mengenyam pendidikan di MAN Insan Cendekia Serpong dengan seabrek-abrek ujian. Sudah 6 tahun berlalu dari kelulusan kami. Namun, jejak-jejak pendidikan yang saya peroleh selama disana terus saja memberi warna dalam hidup saya. Banyak dari pengajaran yang saya peroleh di IC, justru baru saya sadari kebaikannya setelah beranjak darinya.. bahkan kini setelah bertahun-tahun lamanya. Ingin rasanya saya berkoar-koar sama seluruh orang tua yang ada di negeri ini: Selama ada pendidikan MADRASAH sebaik, dan semurah (bahkan sekarang IC gratisssss!!!!!!!) INSAN CENDEKIA SERPONG/ GORONTALO/ SUKABUMI, janganlah sekolahkan anak-anak Anda di sekolah umum/ swasta/ lainnya!! Cukuplah Madrasah ini menjadi wadah pembinaan iman dan akal bagi generasi Indonesia di kemudian hari sebelum memasuki gerbang perkuliahan, dan atau penghidupan..

Saya tidak mau menyinggung mengenai lulusan-lulusan IC. Bagaimana 'produk' IC setelah lulus dari sana.. hehe. yaa.. nothing's perfect. nobody's perfect. Saya dan semua teman-teman alumni IC pasti punya kekurangan. Banyak, malah. Tetapi, proses pendidikan yang dijalani selama di IC... baik imtaq dan iptek, sungguh. Teramat sayang untuk dilewatkan oleh semua remaja muslim seumur SMA di Indonesia. Lingkungan yang kondusif, bapak ibu guru dan pembina asrama, teman-teman seperjuangan, kehidupan sehari-hari yang sarat kenangan indah... semuanya bermakna... bersejarah.

So, bagi semua orang tua muslim di negeri ini: Persiapkan anak Anda agar bisa mengenyam pendidikan di MAN Insan Cendekia Serpong/ Gorontalo/ Sukabumi. Bukan Insan Cendekia lainnya!! -hati-hati, sekarang banyak IC bajakan-
Dan buat seluruh adek-adek SMP/ MTs/ sederajat: Jangan pikir dua kali! Ikutilah tes masuk IC!!! hehe.

Segala puji bagi Allah.. :)

Tangerang, homswithom 130412
7.42

Tuesday, April 10, 2012

Belajar Mengerti....

Bismillaah.. :)

Seluruh peristiwa yang terjadi dalam hidup selalu memiliki pengertian. Tidak ada sesuatu pun yang ada di alam ini sia-sia, diciptakan tanpa makna. Segalanya pasti bermakna, ada sebuah pengertian di dalamnya yang Allah ingin ajarkan kepada kita. Namun, tidak semua pengertian tersebut dapat dipahami oleh pikiran kita.

Sebagian dari pengertian-pengertian hidup memang bisa dipahami oleh pikiran kita. Sebagai contoh:

  • "Sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada lidahnya." ~HR. Ath-Thabrani, Ibnu Abi Dunya, dan Al-Baihaqi. Tentu pikiran kita bisa memahami mengapa Rasulullah Saw bersabda seperti itu. Karena memang banyak hal buruk yang dapat dilakukan oleh lisan, misal menggunjing, menghina, memarah-marahi, mengumpat, bergosip, berkata-kata asusila, menggoda lawan jenis, dan sebagainya. Pikiran kita dapat menemukan pengertian yang ada di dalam hadits ini.
  • "Sesungguhnya kejujuran itu membawa ketenangan dan dusta itu menimbulkan kegelisahan (keragu-raguan)." ~HR. Tirmidzi. Pikiran kita pun insyAllah akan mampu menerima pengertian hadits ini. Kita paham bahwa perbuatan jujur akan membuat kita merasa tenang, meskipun –bisa jadi–membuat harga diri kita terjatuh. Sebaliknya seorang pembohong, meskipun terangkat harga dirinya dengan kebohongan yang dibuatnya, akan selalu merasa gelisah. Minimal ia gelisah karena khawatir kebohongannya akan ketahuan.
  • Pikiran kita tentu bisa paham ketika ada seorang yang tersenyum bahagia saat mendapat uang, atau saat lulus ujian....
  • Begitupun pikiran kita bisa paham ketika melihat perahu nelayan diikat tali di pinggir pantai. Agar perahu tidak hanyut ke tengah...
  • Kita pun bisa mengerti ketika ada seseorang yang meneteskan air mata saat mengupas bawang. Pikiran kita sampai, mengerti, mengapa itu bisa terjadi..

Namun, sebagian pengertian hidup yang lain tidak bisa dipahami oleh pikiran kita.... hanya bisa dipahami oleh perasaan kita. Sebagai contoh:

  • “...Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” ~Surah al-Hadiid (57): 20. Membaca ayat tersebut, boleh jadi ada orang yang berkata, Saya tidak mengerti mengapa kesenangan dunia itu dikatakan palsu.. menipu..? à orang seperti ini sangat bisa jadi telah benar-benar tertipu oleh kesenangan dunia yang palsu. Lindungilah kami dari yang demikian ya Allah..
  • Mungkin pula ada orang yang sulit memahami saat mendapati seorang pemuda yang baru saja melaksanakan ijab qabul pernikahan, lalu pemuda ini menangis tersedu-sedu. Ia mengerti sepenuhnya bahwa pernikahan berarti miitsaaqon ghalizhaa (perjanjian yang kuat ~Surah An-Nisaa(4):21) yang dengannya ia dilimpahkan kewajiban bertanggung jawab atas seorang manusia (istrinya), padahal ia sungguh tahu bahwa bertanggung jawab atas dirinya sendiri saja ia belum mampu. Saya tidak mengerti mengapa sebagian orang menganggap menikah berarti meniti jalan hidup yang terjal lagi berat??
  • Atau ketika menyaksikan seseorang yang merasa berat ketika menerima pujian. Orang itu mengerti hadits Rasulullaah Saw yang menyatakan bahwa menginginkan pujian berarti adalah asysyirkul khafiy (syirik yang samar). Mendengar kata syirik, orang tersebut merasa sungguh sungguh berat. Namun, sebagian orang yang belum mengerti akan berkata.. Saya tidak mengerti mengapa ada orang yang merasa berat justru saat menerima pujian?
  • Pun halnya ketika melihat seorang ibu yang senantiasa bersyukur ketika menerima musibah. Padahal sahabat Umar bin Khattab Ra telah menyampaikan, “Tidaklah sebuah musibah menimpaku melainkan aku dapati di dalamnya tiga macam kenikmatan. Pertama, musibah ini tidak dalam masalah agamaku. Kedua, musibah ini bukanlah hal yang terberat bagiku. Ketiga, dengan musibah inilah aku akan mendapat balasan yang besar dari Allah Ta’ala.” Si ibu paham betul kata-kata Sayyidina Umar ini. Namun, pikiran orang yang belum mengerti hanya akan berkata, Kami tidak mengerti mengapa ada orang yang bersyukur saat musibah datang melanda?

Pengertian-pengertian hidup akan selalu tumbuh seiring tumbuhnya hidup manusia. Misalnya, pengertian ‘susah’ bagi anak-anak dan orang dewasa yang telah tumbuh kedewasaannya tentu akan berbeda. Seorang anak kecil kalah berebut permen dengan teman-teman sepermainannya akan merasa susah, namun bila ada orang dewasa yang merasa susah dengan alasan yang sama yaitu kalah berebut permen maka kita akan langsung dapat menyimpulkan bahwa orang dewasa itu tidak tumbuh kedewasaannya. Sama halnya ketika saat kecil kita membalas orang yang menghina kita dengan hinaan yang serupa misalnya, maka bila saat dewasa kita masih pula membalasnya dengan hinaan dapat disimpulkan bahwa jiwa kita gagal tumbuh. Failure to thrive. Seharusnyalah seorang yang tumbuh jiwanya, akan membalas penghinaan dengan kebaikan-kebaikan pada orang yang menghinanya. Itulah gambaran jiwa yang tumbuh.

Tumbuh kembangnya pengertian dalam hidup kita bergantung pada 3 hal, yaitu kemampuan kita untuk mendengar, berpikir, dan beri’tiraf.

Dalam hidup, kita selalu dihadapkan pada dua peristiwa:

1. Tidak menyenangkan, dengan membawa pesan yang menyenangkan. Misal:

  • Peristiwa sakit. Ia datang dengan membawa pesan, “Wahai hamba Allah, aku datang kepadamu atas izin Allah agar engkau bersabar dan Allah akan menghapus dosa-dosamu di masa lalu dengan kesabaranmu atasku.”
  • Peristiwa dihina orang. Ia datang dengan membawa pesan, “Aku datang kepadamu untuk mengajarimu cara memaafkan orang lain yang berbuat buruk kepadamu.”
  • Peristiwa menanti jodoh yang belum kunjung datang, membawa pesan, “Aku datang padamu untuk membawa pesan bahwa sampai saat ini, Allah menginginkan agar kedekatanmu dengan-Nya tidak terhalang oleh yang sesuatu apapun selain-Nya..”

2. 2. Menyenangkan, dengan membawa pesan yang tidak menyenangkan. Misal:

  • Peristiwa menerima uang. Ia datang dengan membawa pesan, “Sesungguhnya aku menitipkan diriku padamu agar kau gunakan aku dalam hal-hal yang baik dan keta’atan. Aku tidak mau diriku kau gunakan dalam kesia-siaan dan kemaksiyatan. Bila kau gunakan aku pada hal yang sia-sia dan kemaksiyatan..... AWAS KAU!”
  • Peristiwa memiliki wajah cantik/ tampan. Ia datang seraya berpesan, “Sesungguhnya aku titip diriku padamu semata-mata hanyalah agar kau gunakan sebaik-baiknya dalam ketaatan kepada Allah. Bila kau gunakan diriku untuk dosa dan kemaksiyatan kepada Allah.... AWAS KAU!”

Kalimat “...AWAS KAU!” yang dipesankan oleh kedua peristiwa tersebut adalah benar, karena sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ibrahim ayat 7:

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Orang-orang yang mau mendengar pesan-pesan dari setiap peristiwa yang terjadi, dan benar-benar memahami apa yang harus didengarnya dari peristiwa-peristiwa tersebut akan lebih memilih untuk memperoleh peristiwa yang pertama dibanding kedua. Mereka lebih senang mendapati peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, karena mereka dapat ‘mendengar’ pesan-pesan menyenangkan yang dibawa oleh peristiwa tersebut.

Sedangkan berpikir... berpikir adalah tanda mengerti. Orang yang berpikir adalah orang yang menemukan kesenangan dirinya ada pada hal-hal yang tidak disenanginya dan menemukan ketidaksenangan dirinya ada pada hal-hal yang disenanginya. Hal ini jelas. Karena hanya dengan berpikir mendalam atas setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup kita lah, kita dapat memiliki ‘konsep berpikir terbalik’ ini. Berbeda bila seseorang menemukan kesenangan dirinya ada pada hal-hal yang disenanginya dan menemukan ketidaksenangan dirinya pada hal-hal yang tidak disenanginya, maka orang tersebut tidak perlulah berpikir. (Iya apa iyaa..? :p). Maka kini saatnyalah kita sama-sama bertanya pada diri kita, Apakah kita telah berpikir?????

Setelah mendengar dan berpikir, tahap selanjutnya yang harus dilakukan untuk menumbuhkembangkan pengertian dalam hidup kita adalah beri’tiraf. I’tiraf berarti mengupas diri. Mengakui kesalahan-kesalahan yang ada di dalam diri (dan hati). Hati manusia ibarat bawang, ada 4 lapisan yang harus di kupas dan dibuang agar dapat benar-benar mendapati hati yang putih bersih seperti lapisan terdalam bawang yang berwarna putih. Untuk dapat mencapai hingga lapisan keempat ini, seseorang harus benar-benar sabar perlahan-lahan mengupas lapis demi lapis bawang, yang biasanya berisiko tinggi mengalami hiperlakrimasi (alias meneteskan air mata). Begitupun dalam melakukan i’tiraf.. harus sabar, perlahan-lahan.. tidak jarang bahkan seharusnya memang sampai mengeluarkan air mata karena benar-benar menyadari kekurangan dan kelemahan yang ada di dalam diri. Lapisan-lapisan tersebut adalah (dari yang terluar sampai terdalam):

1. Hubbul ma’shiyah. Cinta kepada kemakshiyatan. Lapisan ini dikupas dengan cara kita mengakui kesalahan dan dosa-dosa yang tampak, seperti bergosip, marah-marah, menghina orang, pacaran, berkata kasar, dll.

2. Hubbud dunya. Cinta dunia. Lapisan ini dikupas dengan cara kita mengakui kesalahan dan dosa yang tidak tampak. Cinta dunia meliputi rasa sombong (merasa masih ada orang lain yang lebih hina daripada dirinya), riya’ (melakukan sebuah amal untuk dipuji orang lain), takabbur, iri hati, dll. Hal-hal tersebut tidaklah tampak, hanya diri sendiri dan Allah Ta’ala yang tahu.

3. Hubbul madhayyi’. Cinta pada hal-hal yang sia-sia. Lapisan ini dikupas dengan cara mengakui segala salah yang tidak termasuk dosa, misal nonton TV, mengobrol tidak penting, makan makanan yang terlalu enak tanpa ada kebutuhan untuk memakannya, dll. Astaghfirullaah... huhuuu...yang bagian ini udah mulai beraaaattttt bangeettttttt..

4. Hubbun nafsi. Cinta pada diri sendiri. Lalai dari mengingat Allah. Lapisan ini dikupas dengan mengakui kelalaian diri dari mengingat Allah. Misal saat di jalan naik kendaraan, dari awal sudah diniatkan mau berdzikir sepanjang jalan sampai ke tempat tujuan tiba-tiba di jalan melewati kubangan air terkena cipratan (atau semprotan, kalo banyak. hehe) air karena kendaraan lain yang melaju sangat cepat di samping kita.. nah lho! bergantikah dzikir kita..??? Syukur alhamdulillaah bila tidak.. J

Sumber:

- Alquran al-Kariim

- Kajian Ustadz Syatori Abdurrauf

jogjaistimewa, 080412

10.13 pm