Wednesday, January 11, 2012

The Kite Runner

Edisi terjemahan, terbit 2010

Pengarang : Khaled Hosseini

Tebal : 496 halaman

Penerbit : Qanita

Terlambat mungkin ketika di hareee geneee (hehe) saya baru menuliskan tentang buku ini. Gapapa deh, memang saya telat bacanya..
hehe. Tapi, keterlambatan ini sama sekali tidak mengurangi semangat saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca oleh lebih banyak manusia, agar bisa menginspirasi lebih banyak lagi manusia di bumi Allah.. :))

Buku ini saya nobatkan sebagai novel paling SPEKTAKULER yang pernah saya baca. Ya, SPEKTAKULER. Itu padanan kata dalam bahasa Indonesia yang saya rasa paling mendekati untuk merepresentasikan keindahan karya sastra ini. Sejak diterbitkan pertama kali tahun 2003, novel ini telah diterjemahkan ke dalam 42 bahasa dan terjual lebih dari 8 juta kopi di seluruh dunia. Mengisahkan tentang persahabatan antar dua anak manusia, yaitu Amir -anak seorang pengusaha kaya di Afghanistan- dan Hassan -anak semata wayang pelayan di rumah Amir-, novel ini sukses bertengger di daftar New York Times bestseller selama lebih dari 2 tahun. Pencapaian yang (lagi-lagi) SPEKTAKULER bagi seorang penulis untuk novel perdananya. Novel ini telah difilmkan pada tahun 2007 oleh Paramount Pictures, dengan judul yang sama.

Amir, terlahir dari etnis Pashtun. Etnis yang berstrata sosial tinggi di Afghanistan kala itu. Sebagai seorang Pashtun, Amir memiliki keberuntungan yang tidak dimiliki oleh anak-anak etnis Hazara, yang dipandang rendah oleh masyarakat Afghan kala itu.

Bagi Amir, ayah adalah segala-galanya. Kecintaan dan penghormatannya terhadap sang ayah berada di atas segalanya. Bahkan, kata pertama yang dapat ia ucapkan semasa balitanya adalah:Baba*). Sejak itu, Amir tahu hanya ada satu hal yang harus ia perjuangkan selama hidupnya: menjadi anak kebanggaan Baba. Karenanya, Amir rela mengorbankan apapun.. apapun, demi meraih apa yang diperjuangkannya itu..

Hassan, tubuhnya mungil. Matanya hijau, dengan hidung kecil mungil. Bibir Hassan sumbing. Hassan senang mendengar cerita.. mahir bermain ketapel. Hassan seorang Hazara, dan ia mencintai Amir. Cinta yang berbuah kesetiaan. Seperti setianya seorang budak kepada tuannya yang telah membelinya dari majikan jahat dengan harga tinggi. Amir adalah segala-galanya bagi Hassan. Amir adalah satu-satunya temannya, sahabatnya, saudaranya.. dalam keimanan.. Karenanya, apapun akan Hassan berikan untuk kebanggaan sahabat masa kecilnya itu. Itulah keinginan terbesar Hassan dalam hidupnya: memberi apa saja yang terbaik untuk Amir.Untukmu, Amir! Yang keseribu kalinya!

Dan tibalah hari itu. Hari bagi Amir dan Hassan untuk mewujudkan mimpi-mimpi mereka pertama kalinya.. hari yang bersejarah. Hari festival layang-layang. Hassan telah bermimpi, hari itu akan menjadi hari mereka. Amir akan menang, dan Hassan akan berlari.. berlari mengejar layang-layang terakhir yang jatuh untuk Amir... agar dapat dipersembahkan Amir untuk Baba. Amir akan menjadi anak kebanggaan Baba. Hassan tau ia pasti berhasil mengejar layang-layang itu untuk Amir, ia selalu berhasil...

Tetapi, meraih impian selalu berarti memberi pengorbanan.. pengorbanan yang, mungkin, teramat besar..

Aku memiliki satu kesempatan terakhir untuk mengambil keputusan, untuk menentukan apa jadinya diriku. Aku bisa melangkah memasuki gang itu, membela Hassan dan menerima apa pun yang mungkin menimpaku..
Atau, aku bisa melarikan diri. Akhirnya, aku melarikan diri.
Amir telah mengkhianati Hassan, satu-satunya sahabatnya. Saudaranya. Rasa bersalah kini menghantuinya. Menyingkirkan Hassan dari kehidupannya adalah pilihan tersulit yang harus diambilnya.

Namun setelah Hassan pergi, tak ada lagi yang tersisa dari masa kecilnya. Seperi layang-layang putus, sebagian dari dirinya terbang bersama angin. Tetapi, masa lalu yang telah terkubur dalam-dalam pun senantiasa menyeruak kembali. Hadir membawa luka-luka lama. Dan seperti rapuhnya layang-layang, tak kuasa menahan badai, Amir harus menghadapi kenangannya yang mewujud kembali.

Membaca novel ini merupakan sebuah pengalaman tak terlupakan bagi saya. Hosseini menarasikan tokoh, tempat, dan peristiwa dengan sangat jelas dan cerdas. Membuat saya merasa seperti melihat sendiri setiap kata yang tertulis. Tidak ada yang abu-abu. Semua jelas. Sejelas hitam di atas putih. Bahkan emosi yang terbangun dalam diri setiap tokoh pun dapat saya rasakan dengan jelas. Berkali-kali saya harus 'terpaksa' berhenti membaca sementara demi meredakan gejolak emosi yang rasanya seperti tidak tertahankan lagi. Penantian, penyesalan, dan harapan Amir dalam novel ini, dapat saya rasakan menjadi bagian dari penantian dan harapan saya juga selama 45 jam.. :'))

Novel ini mengingatkan saya tentang harapan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang kita lakukan, demi memperoleh kebahagiaan sejati. Manusia adalah tempatnya salah dan lupa, dan manusia terbaik bukanlah ia yang tidak pernah salah, namun ia yang mau memperbaiki diri atas kesalahan-kesalahannya. Meskipun membutuhkan satu juta langkah untuk memperbaiki diri atas kesalahan, cukup satu langkah yang kita jejakan dengan penuh keikhlasan di jalan-Nya.. maka Allah akan membuka jalan kemudahan bagi 999.999 langkah selanjutnya. Dan kita tidak pernah benar-benar memperoleh apa yang kita harapkan, sampai setelah hidup kita berakhir. Namun, semoga.. semoga di akhir cerita hidup kita nanti, di saat kematian sudah sangat dekat, semoga saat itu menjadi saat dimana Allah memperlihatkan dengan sangat jelas apa yang telah kita harap-harapkan itu...

Ya Allah, sempurnakanlah nikmat-Mu kepada kami di dunia ini, dengan mengampuni dosa-dosa kami dan memasukkan kami ke surga-Mu di akhirat kelak.. Allahummaa aamiin..

*) Panggilan untuk ayah

No comments: