Saturday, January 14, 2012

Hikmah Berprasangka: Jauhilah Prasangka!

بسم اللَّه الرحمن الرحيم

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda:

الْكَلِمَةُ الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ فَحَيْثُ وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا

Hikmah adalah harta orang mukmin yang tercecer/hilang, maka dimana saja ia menemukannya, dia lebih berhak untuk mengambilnya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)

Segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Kalimat ini sudah sering kita dengar, bahkan mungkin bagi sebagian orang terdengar membosankan. Astaghfirullaah.. Padahal, ketika diyakini secara benar, kalimat ini bisa jadi merupakan kalimat motivasi paling benar yang pernah saya dengar. Satu hal yang belum disadari oleh banyak orang yang menganggap kalimat tersebut membosankan adalah, hikmah itu hanya akan menjadi hak orang yang layak mendapatkannya. Trus, siapa orang yang layak itu? Mereka adalah orang yang aktif mencari hikmah di setiap peristiwa yang terjadi. So, ketika kita -saya, terutama- masih sulit menemukan hikmah dalam suatu peristiwa, itu menunjukkan bahwa saya belum serius mencari hikmah tersebut. Ketika kita berusaha serius untuk menemukannya, maka Allah pasti akan memberikan hikmah itu. Insya Allah.. :)

Berusaha mengaplikasikan hadits Rasulullaah Saw di atas, saya merasa perlu menuliskan hikmah yang telah saya dapatkan sore kemarin. Begini ceritanya..

Kemarin sore begitu pulang ke kos, sambil duduk-duduk selonjoran mengistirahatkan kaki, saya buka laptop. Niatnya untuk buka facebook, email, dan blog.. Sampai di 'beranda' facebook, saya lihat ada newsfeed dari 2 orang senior saya membagikan link yang sama. Membaca judul link-nya, reaksi saya langsung, "ya Allah, knapa sih kayak gitu dicerita-ceritain??" Saya kasih tau aja, judulnya: Aku dan tiga istriku. Silakan di klik loh kalo mau ikutan baca. :) Saya terus terang saja, bukan simpatisan poligami. Saya mengimani kebenaran firman Allah yang membolehkan poligami, bahkan menjadikan poligami sebagai sebuah SOLUSI atas salah satu problematika umat Islam yang siap menghadang: jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki, atau.. jumlah perempuan sholehah yang membutuhkan laki-laki sholeh sebagai pemimpin keluarga lebih banyak dibanding jumlah laki-laki sholeh yang tersedia. Sungguh, saya mengimaninya. Tapi, saya belum tentu mau kalo dipoligami. ya Allah, jangan sampe.. jangan sampe..jangan sampe.. Karena poligami itu kan hak kewanitaan, bukan hak kelaki-lakian. Jadi boleh dong saya menuntut hak saya selama kewajiban sebagai istri saya penuhi. *eh. jadi curcol :p* Rasulullaah Saw juga kan baru poligami setelah bunda Khadijah, istri pertama beliau, meninggal.

Saya juga menghormati orang-orang yang kemudian benar-benar menjadikan itu solusi dalam keluarganya. Seriuss. Saya bahkan sangaaatt salut dengan orang-orang yang menjalankan poligami dengan haq, baik alasan maupun caranya. Rasanya surga deket gitu sama mereka. Kan balasannya istri yang bersedia dipoligami tuh surga firdaus ya kalo ga salah. ya Allah, bukan mau menyia-nyiakan pahala. Tapi, saya pingin masuk ke surga firdaus dari pintu yang lain aja deh. Boleh kan yaa ya Allah..? Namun, saya tidak terlalu suka -kadang, klo lagi bete jadi ga sukaaaa banget.hehe- dengan orang yang mengumbar-umbar tentang poligami yang telah dijalankannya, apalagi sampai mempropagandakan orang lain untuk melakukannya. aduh, saya bener-bener ga suka. Plis deh. wong Rasulullaah Saw saja 'curhat' ke Allah tentang ke-poligami-annya dengan begitu sedih, karena beliau merasa tidak bisa berlaku adil. Sampai beliau berkata pada Allah, "yaa Allah, inilah adilku," saking beliau merasa ga berdaya-nya untuk mengamalkan keadilan yang Allah perintahkan. Kalo Rasulullaah Saw saja sampai seperti itu, saya merasa tidak pada tempatnya ketika ada umat muslim yang memproklamirkan kebahagiaan rumah tangganya yang hidup secara poligami. Yaa.. kalo emang nyatanya dia bahagia, ya biasa aja kek. Biar orang lain yang melihat dan mengambil hikmahnya, ga usah digembar-gemborin.

Jadi ngalor ngidul ngetan ngulon yak. aseek, udah lumayan ngerti nih bahasa jawa :D. Kembali ke judul link tadi. Pas liat judul link-nya itu, saya sebellllll. Bagi saya, judul link itu sudah sangat jelas, denotatif banget. Gak mungkin ada maksud lain dari judul itu selain kisah tentang poligami. Udah terang-terangan banget ditulis.. Aku dan tiga istriku. Apalagi kalo bukan tentang poligami. Jadi, jangankan tertarik untuk membacanya, melihat deretan kata-katanya saja membuat saya pingin cepet-cepet mengalihkan pandangan. Gak sukaa!

....................................tapii.. eh. ada tapinya..

Saya melihat dua nama senior saya yang membagikan link itu di wall mereka. Dua nama orang yang, well, let's say.. saya percaya. Percaya bahwa, kesukaan atau ketidaksukaan mereka atas sesuatu pasti beralasan. Bukan kesukaan atau ketidaksukaan yang asal-asalan. Yang satu laki-laki, yang satu perempuan. Saya sempet heran sebenernya. Kok mereka share link kayak gituan yaa..? Udah gitu di-like lagi. Emang bagus ya?

Saya yang masih geregetan sebel baca judul link itu kemudian melihat comment yang ditulis sama mba yang saya percaya ini, beliau ngomen, "Waaa.. so sweet...^^" Begitu baca comment itu, sontak prasangka saya berubah 180 derajat. Wah, ni kayaknya bukan sembarang link nih. HARUS dibaca! Bener. Saya benar-benar merasa HARUS mengklik dan membaca link itu saat itu juga. Jadi langsung saja tanpa memperhatikan kesebelan saya dengan judulnya, saya langsung klik dan baca..

Si penulis bercerita tentang istri pertamanya yang beliau nikahi ketika beliau masih sangat muda, lalu istri pertamanya menyuruhnya mencari istri kedua. Maka menikahlah beliau dengan istri kedua yang dengan keberadaan kedua istrinya itu, membuat beliau merasa sangat bergairah dalam hidup. Kemudian, kedua istrinya itu mengenalkan beliau dengan calon istri ketiganya, mereka menyuruh beliau menikahi wanita itu menjadikannya istri ketiga. Maka menikahlah lagi beliau hingga punya tiga istri. Beliau sampaikan dalam tulisan itu, bahwa istri ketiganya adalah yang paling banyak berkorban mengalah demi memberi waktu lebih banyak untuk istri pertama dan kedua. Beliau sampaikan bahwa beliau menikah dengan istri pertama dan kedua karena cinta, sedangkan istri ketiga beliau nikahi atas dasar cinta beliau pada istri pertama dan kedua. Lalu, di paragraf terakhir beliau memperkenalkan ketiga istrinya.. istri pertama beliau bernama ILMU, yang menjadi cahaya hatinya. Istri kedua bernama DAKWAH, yang menyemangati hari-hari beliau. Istri ketiga beliau adalah ISTRI beliau yang sebenarnya, yang beliau nikahi atas bimbingan ilmu dan dakwah.

awwwwww!! Kalo isinya begini mah saya ga sebeeelll... malah sukaa. sukaaaaaaa bangettt!!! Itu reaksi pertama. Reaksi kedua.. astaghfirullaah.. padahal tadi saya udah berprasangka buruk tentang tulisan ini..

Kejadian yang nyatanya tadi sore berlangsung tidak lebih dari 10 menit-an, membawa minimal 3 hikmah mendasar bagi saya.. :)

1. Jauhilah kebanyakan prasangka

12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. ~Quran Surah Al-Hujuraat (49): 12

Saya sebagai manusia rasanya sering sekali berprasangka, terutama prasangka yang buruk. Parahnya, tidak jarang prasangka yang buruk itu saya alamatkan kepada sesuatu yang saya belum memiliki ilmu tentangnya (baca: belum tahu kondisi yang sebenarnya). Jadi prasangka saya hanya berdasar pada kekira-kiraan diri saya sendiri, bahkan mungkin kadang-kadang prasangka itu didorong oleh hawa nafsu saya yang ingin berprasangka buruk. astaghfirullaah.. Begitu saya lihat judul link itu, saya langsung tidak suka. Tidak sukanya saya adalah karena saya pikir itu berisi tentang kisah orang yang bangga berpoligami. Karena saya berasumsi bahwa judul link seperti itu hanya memberikan satu kemungkinan kisah, tidak mungkin ada kemungkinan kisah yang lain. Padahal, kemungkinan yang lebih baik itu selalu ada.

Kalau dianalogikan dengan manusia atau peristiwa yang terjadi di sekitar kita, judul link itu ibarat tampilan luar seseorang atau gambaran lahiriah suatu peristiwa yang dapat langsung dilihat oleh mata kepala kita. Begitu melihat seseorang/ mengalami sesuatu yang kita tidak sukai, langsung kita sebel, ngedumel, ngomel-ngomel, bahkan ngeyel sama Allah.. "ya Allah, kenapa saya dikasi yang kayak begini..?", misalnya. Parahnya, rasa tidak suka kita itu membuat kita jadi bener-bener antipati sama orang/ kejadian tersebut, sehingga kita menolak mentah-mentah ketika ada kesempatan misalnya untuk mengklarifikasi atau memahami keadaan yang terjadi dengan lebih dalam berusaha menemukan makna 'lain' yang sesungguhnya dari tampilan luar yang terlihat. Akibatnya, kita benar-benar terpenjara di dalam prasangka kita sendiri yang artinya kita terpenjara dalam dosa. astaghfirullaah.. Dan ketika akhirnya kita mengetahui bahwa keadaan yang sebenarnya bertolak belakang dengan yang kita sangkakan, maka tinggal penyesalan lah yang akan memenuhi jiwa-jiwa kita.

2. Tabayyun terhadap informasi
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah (kebenarannya) dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. ~Quran Surah Al-Hujurat (49): 6

Hikmah yang ini mungkin terkesan agak menyimpang, hehe. Tapi sebenarnya engga kok. *maksa. :p* yaa..masih adalah nyambungnya sedikit. hehehh.
Seperti yang di atas sempat saya kemukakan, ketika kita merasa tidak suka dengan sesuatu/ seseorang, kita malah menolak mentah-mentah untuk mengklarifikasi. Atau, kalaupun kita mau mengklarifikasi, bukannya sama orang yang bersangkutan tetapi malah sama orang lain yang belum tentu menguasai keadaan yang sebenarnya. Hal ini hanya akan memperburuk prasangka yang sudah buruk sebelumnya. Padahal perintah Allah adalah untuk memeriksa kebenaran suatu berita dengan teliti. Berita itu bisa saja datang dari orang lain, atau sebagai sesuatu yang kita lihat dan kita tafsirkan sendiri maknanya. Jika dikaitkan dengan peristiwa yang saya alami, ketidaksukaan saya terhadap judul link tersebut membuat saya enggan mencari tau apa sebenarnya isi link tersebut. Saya menolak untuk melakukan klarifikasi langsung dengan membaca link tersebut. Padahal, setelah saya membacanya, terbukti bahwa prasangka saya sebelumnya sangat bertolak belakang dengan keadaan yang sebenarnya.

Dalam penutup ayat tersebut bahkan Allah mengingatkan bahwa dampak dari keengganan mengklarifikasikan suatu berita yang belum tentu benar adalah: penyesalan atas perbuatan kita. Rada mending kalo menyesalnya pas masih hidup di dunia, kalo pas udah di alam kubur....gimana??? ya Allah...

3. Yakini dan ikuti kebenaran yang haq

Ketidaksukaan saya pada judul link dan keengganan saya untuk membacanya langsung berubah 180 derajat ketika saya melihat comment si mba. Kenapa bisa?? Karena saya meyakini comment si mba sebagai sesuatu yang benar, yang bukan comment sembarang comment. Comment tersebut menuntun saya untuk akhirnya bersedia, bahkan merasa WAJIB membaca link itu.

Comment tersebut saya ibaratkan seperti quran dan sunnah. Dalam setiap peristiwa yang menimpa kita, sebenarnya selalu ada ayat-ayat Allah dan hadits Rasulullaah Saw yang dapat menuntun kita dalam menemukan makna atau kejadian yang sesungguhnya. Apa-apa yang terdapat di dalam quran dan hadits (harus dilihat haditsnya adalah hadits yang shahih), mengandung kebenaran yang haq, karena semuanya berasal dari wahyu Allah yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Harusnya inilah yang kita percayai dan kita ikuti. Misalnya gini.. Kita lihat si X orangnya jelek, dekil, kurus, item lagi. Pokoknya melihat dia bisa langsung bikin ilfeel dehh. Jangankan mau kenalan apalagi temenan, berada dalam radius 50 meter aja sama dia kita udang ga betah. Pingin cepet-cepet berpaling muka aja kalo lihat dia. Padahal, dalam sebuah riwayat dikisahkan..
Dari Abul Abbas Sahl bin Sa'ad As Sa'idly ra, ia bercerita, "Ada seorang laki-laki lewat di hadapan Nabi Saw. Beliau bertanya kepada seorang sahabat yang duduk di sampingnya, "Bagaimana pendapatmu tentang orang yang baru lewat itu?" Ia menjawab, "Ia adalah salah seorang bangsawan. Demi Allah, ia sangat pantas diterima jika meminang, dan jika meminta sesuatu kepada orang lain pasti berhasil." Beliau hanya diam saja. Lalu ada lagi seseorang yang lewat. Beliau bertanya, "Bagaimana pendapatmu tentang orang yang baru lewat tadi?" Ia menjawab, "Wahar Rasulullaah, ia adalah orang fakir kaum muslimin. Jika meminang, ia layak ditolak, jika meminta sesuatu untuk orang lain pasti tidak akan berhasil, dan jika berbicara tidak akan didengar." Kemudian beliau bersabda, "Orang ini lebih baik sepenuh bumi dari orang yang pertama tadi." (Muttafaq alaih)
Mengetahui adanya hadits shahih tersebut (yang harus kita yakini kebenarannya), dapat menjadi penuntun bagi kita untuk bersikap yang seHARUSnya kepada orang yang kita anggap jelek, dekil, kurus, item itu sesuai tuntunan Allah dan Rasulullaah Saw. Paling tidak, di awal kita sudah dapat menghilangkan prasangka buruk kita sebelum akhirnya kita melangkah untuk berkenalan dan (mungkin) berteman dengannya...

Semoga Allah selalu menambahkankan hidayah-Nya kepada kita semua untuk dapat memetik hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi. Allahumma aamiin..

Alhamdulillaah... :)
Wallahua'lam

No comments: