"Aku mencintaimu karena agama yang ada padamuKetika hilang agama itu darimu, maka hilang pula cintaku padamu." ~Imam Nawawi Rahimahullah ^^jogja, kamar kos 310112, 20.59masihgalau.com
"..Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti." ~Surah Ali Imran (3): 198
Tuesday, January 31, 2012
Only For You
Saturday, January 14, 2012
Hikmah Berprasangka: Jauhilah Prasangka!
“Hikmah adalah harta orang mukmin yang tercecer/hilang, maka dimana saja ia menemukannya, dia lebih berhak untuk mengambilnya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Kalimat ini sudah sering kita dengar, bahkan mungkin bagi sebagian orang terdengar membosankan. Astaghfirullaah.. Padahal, ketika diyakini secara benar, kalimat ini bisa jadi merupakan kalimat motivasi paling benar yang pernah saya dengar. Satu hal yang belum disadari oleh banyak orang yang menganggap kalimat tersebut membosankan adalah, hikmah itu hanya akan menjadi hak orang yang layak mendapatkannya. Trus, siapa orang yang layak itu? Mereka adalah orang yang aktif mencari hikmah di setiap peristiwa yang terjadi. So, ketika kita -saya, terutama- masih sulit menemukan hikmah dalam suatu peristiwa, itu menunjukkan bahwa saya belum serius mencari hikmah tersebut. Ketika kita berusaha serius untuk menemukannya, maka Allah pasti akan memberikan hikmah itu. Insya Allah.. :)
Berusaha mengaplikasikan hadits Rasulullaah Saw di atas, saya merasa perlu menuliskan hikmah yang telah saya dapatkan sore kemarin. Begini ceritanya..
Kemarin sore begitu pulang ke kos, sambil duduk-duduk selonjoran mengistirahatkan kaki, saya buka laptop. Niatnya untuk buka facebook, email, dan blog.. Sampai di 'beranda' facebook, saya lihat ada newsfeed dari 2 orang senior saya membagikan link yang sama. Membaca judul link-nya, reaksi saya langsung, "ya Allah, knapa sih kayak gitu dicerita-ceritain??" Saya kasih tau aja, judulnya: Aku dan tiga istriku. Silakan di klik loh kalo mau ikutan baca. :) Saya terus terang saja, bukan simpatisan poligami. Saya mengimani kebenaran firman Allah yang membolehkan poligami, bahkan menjadikan poligami sebagai sebuah SOLUSI atas salah satu problematika umat Islam yang siap menghadang: jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki, atau.. jumlah perempuan sholehah yang membutuhkan laki-laki sholeh sebagai pemimpin keluarga lebih banyak dibanding jumlah laki-laki sholeh yang tersedia. Sungguh, saya mengimaninya. Tapi, saya belum tentu mau kalo dipoligami. ya Allah, jangan sampe.. jangan sampe..jangan sampe.. Karena poligami itu kan hak kewanitaan, bukan hak kelaki-lakian. Jadi boleh dong saya menuntut hak saya selama kewajiban sebagai istri saya penuhi. *eh. jadi curcol :p* Rasulullaah Saw juga kan baru poligami setelah bunda Khadijah, istri pertama beliau, meninggal.
Saya juga menghormati orang-orang yang kemudian benar-benar menjadikan itu solusi dalam keluarganya. Seriuss. Saya bahkan sangaaatt salut dengan orang-orang yang menjalankan poligami dengan haq, baik alasan maupun caranya. Rasanya surga deket gitu sama mereka. Kan balasannya istri yang bersedia dipoligami tuh surga firdaus ya kalo ga salah. ya Allah, bukan mau menyia-nyiakan pahala. Tapi, saya pingin masuk ke surga firdaus dari pintu yang lain aja deh. Boleh kan yaa ya Allah..? Namun, saya tidak terlalu suka -kadang, klo lagi bete jadi ga sukaaaa banget.hehe- dengan orang yang mengumbar-umbar tentang poligami yang telah dijalankannya, apalagi sampai mempropagandakan orang lain untuk melakukannya. aduh, saya bener-bener ga suka. Plis deh. wong Rasulullaah Saw saja 'curhat' ke Allah tentang ke-poligami-annya dengan begitu sedih, karena beliau merasa tidak bisa berlaku adil. Sampai beliau berkata pada Allah, "yaa Allah, inilah adilku," saking beliau merasa ga berdaya-nya untuk mengamalkan keadilan yang Allah perintahkan. Kalo Rasulullaah Saw saja sampai seperti itu, saya merasa tidak pada tempatnya ketika ada umat muslim yang memproklamirkan kebahagiaan rumah tangganya yang hidup secara poligami. Yaa.. kalo emang nyatanya dia bahagia, ya biasa aja kek. Biar orang lain yang melihat dan mengambil hikmahnya, ga usah digembar-gemborin.
Jadi ngalor ngidul ngetan ngulon yak. aseek, udah lumayan ngerti nih bahasa jawa :D. Kembali ke judul link tadi. Pas liat judul link-nya itu, saya sebellllll. Bagi saya, judul link itu sudah sangat jelas, denotatif banget. Gak mungkin ada maksud lain dari judul itu selain kisah tentang poligami. Udah terang-terangan banget ditulis.. Aku dan tiga istriku. Apalagi kalo bukan tentang poligami. Jadi, jangankan tertarik untuk membacanya, melihat deretan kata-katanya saja membuat saya pingin cepet-cepet mengalihkan pandangan. Gak sukaa!
....................................tapii.. eh. ada tapinya..
Saya melihat dua nama senior saya yang membagikan link itu di wall mereka. Dua nama orang yang, well, let's say.. saya percaya. Percaya bahwa, kesukaan atau ketidaksukaan mereka atas sesuatu pasti beralasan. Bukan kesukaan atau ketidaksukaan yang asal-asalan. Yang satu laki-laki, yang satu perempuan. Saya sempet heran sebenernya. Kok mereka share link kayak gituan yaa..? Udah gitu di-like lagi. Emang bagus ya?
Saya yang masih geregetan sebel baca judul link itu kemudian melihat comment yang ditulis sama mba yang saya percaya ini, beliau ngomen, "Waaa.. so sweet...^^" Begitu baca comment itu, sontak prasangka saya berubah 180 derajat. Wah, ni kayaknya bukan sembarang link nih. HARUS dibaca! Bener. Saya benar-benar merasa HARUS mengklik dan membaca link itu saat itu juga. Jadi langsung saja tanpa memperhatikan kesebelan saya dengan judulnya, saya langsung klik dan baca..
Si penulis bercerita tentang istri pertamanya yang beliau nikahi ketika beliau masih sangat muda, lalu istri pertamanya menyuruhnya mencari istri kedua. Maka menikahlah beliau dengan istri kedua yang dengan keberadaan kedua istrinya itu, membuat beliau merasa sangat bergairah dalam hidup. Kemudian, kedua istrinya itu mengenalkan beliau dengan calon istri ketiganya, mereka menyuruh beliau menikahi wanita itu menjadikannya istri ketiga. Maka menikahlah lagi beliau hingga punya tiga istri. Beliau sampaikan dalam tulisan itu, bahwa istri ketiganya adalah yang paling banyak berkorban mengalah demi memberi waktu lebih banyak untuk istri pertama dan kedua. Beliau sampaikan bahwa beliau menikah dengan istri pertama dan kedua karena cinta, sedangkan istri ketiga beliau nikahi atas dasar cinta beliau pada istri pertama dan kedua. Lalu, di paragraf terakhir beliau memperkenalkan ketiga istrinya.. istri pertama beliau bernama ILMU, yang menjadi cahaya hatinya. Istri kedua bernama DAKWAH, yang menyemangati hari-hari beliau. Istri ketiga beliau adalah ISTRI beliau yang sebenarnya, yang beliau nikahi atas bimbingan ilmu dan dakwah.
awwwwww!! Kalo isinya begini mah saya ga sebeeelll... malah sukaa. sukaaaaaaa bangettt!!! Itu reaksi pertama. Reaksi kedua.. astaghfirullaah.. padahal tadi saya udah berprasangka buruk tentang tulisan ini..
Kejadian yang nyatanya tadi sore berlangsung tidak lebih dari 10 menit-an, membawa minimal 3 hikmah mendasar bagi saya.. :)
1. Jauhilah kebanyakan prasangka
Hikmah yang ini mungkin terkesan agak menyimpang, hehe. Tapi sebenarnya engga kok. *maksa. :p* yaa..masih adalah nyambungnya sedikit. hehehh.
Friday, January 13, 2012
Ketika Paus Biru Bertasbih
Beratnya lidah 1 ekor paus biru sama dengan berat 1 ekor gajah. Besarnya mulut 1 ekor paus biru bisa muat menampung 100 manusia. Allah Maha Besar...
Besarnya jantung paus biru kira-kira seukuran mobil Mini Cooper, (tau ga? bagi yang belum tau, saya kasih bonus tuh gambarnya di bawah.) dan seorang manusia dewasa bisa merangkak di dalam aorta (pembuluh darah terbesar) nya. Whaa..at?! Lubang udara di atas kepala yang digunakan untuk menyemburkan air saat mereka mengeluarkan nafas, cukup lebar untuk dimasuki seorang anak kecil.
<-- mobil mini cooper
Pucuk Dicinta Ulam Tiba (Aww!)
Dengan nama Allah..
Sejak pertengahan sampai menjelang akhir 2011 saya sempat beberapa kali terkenang masa-masa SD. Terbayang aktivitas belajar-mengajar di sekolah waktu itu lengkap dengan wajah bapak ibu guru. Saya kangen.. Ingin rasanya bertemu mereka lagi. Sudah 11 tahun berlalu, apa beliau-beliau masih ngajar disana yaa..? Tapi dengan aktivitas per-coass-an dan akhirnya UKDI (Ujian Kompetensi Dokter Indonesia), kerinduan itu jadi agak "terobati'.
Mendekati akhir tahun 2011, saya dihubungi beberapa teman SMP untuk reunian. Saya excited banget, sudah lama soalnya tidak ketemu sejawat SMP (emang dokter aja yang boleh sejawat-an, anak SMP juga boleh dong ;p). Setelah menyesuaikan jadwal dengan teman-teman, akhirnya kami putuskan ketemu di kantin sekolah hari Sabtu, 17 Desember 2011 sore. Sengaja kami pilih kumpul di sekolah, niatnya mau sekalian silaturrahim sama guru-guru SMP. Sekolah saya SD sama SMP tuh sebenernya satu sekolah, tapi beda gedung. Batesnya masjid. SD saya di sebelah utara masjid, SMPnya di sebelah selatan masjid. Gedungnya beda, kantinnya beda, parkirannya pun beda. Masjidnya aja yang sama. Dulu sih begitu.
Ketika masih SMP dulu, kalo janjian, alhamdulillaah.. (sekarang aja saya bisa mensyukurinya, hehe.kalo dulu sih masih sering ngedumel dalam hati) saya yang paling tepat waktu dateng dibanding teman-teman yang lain. Dulu saya inget sampai pernah nunggu teman-teman 1 jam lebih di bawah pohon di halaman masjid sekolah. Tragisnya, waktu SMP saya belum punya HP. Jadi, nungguin yaa bener-bener nunggu... krikk..krikk.. sendirian gtu. Hubungin temen-temen ga bisa, mau pulang dulu juga ga efektif karena jarak sekolah-rumah saya naik angkot sekitar 40 menit. Jadi, yaa tsiqoh aja, yakin kalo temen-temen pasti akan datang, tidak mungkin mengkhianati janjinya pada saya (apa seh?). Alhamdulillaah, ketepatan waktu saya di sore itu berbuah manis. Saya sampai di lokasi beberapa menit terlambat dan belum terlihat ada tanda-tanda teman SMP saya yang lain. Alhamdulillaah, kali ini saya sudah punya HP jadi bisa hubungi teman-teman, kasi info kalo saya udah berada di lokasi. Saya lalu ambil posisi duduk di sudut paling luar kantin, berhadapan langsung dengan lapangan upacara dan jalanan penghubung masjid-gedung sekolah. Dalam hati, saya membanding-bandingkan tampilan sekolah saya dulu dan sekarang, "Agak beda ya SMP nya sekarang, bangunannya lebih banyak..."
Tiba-tiba, saya terpaku melihat sosok di depan saya. Walau melihatnya dari samping, tapi cukup jelas untuk bisa menggali memori yang telah 11 tahun tersimpan. Searching.... 1 detik.... 2 detik.... 1 file found!Alhamdulillaah... "Pak Dayat??" suara saya jadi lebih melengking karena kaget campur seneng. Sosok di hadapan saya menoleh. Ekspresi beliau agak kaget juga, sepertinya lebih karena suara saya yang jadi bernada aneh itu. hehe. Pak Dayat, guru seni drama saya pas SD. ya Allah.. saya mau mendekat menghampiri beliau, tp beliau keburu berjalan menghampiri saya. Saya urung beranjak, dengan ekspresi sumringah masih menempel di wajah saya. Beliau pun duduk mengambil tempat di samping kanan saya.
Saya : "Kok Bapak disini? Lagi ada perlu, Pak?"
Pak Dayat : "Enggak.. sekarang kan SDnya pindah kesini."
Saya : "Oh." (rada kaget) "Emang kenapa yang disana Pak?" (sambil nunjuk ke utara masjid, lokasi SD yang dulu)
Pak Dayat : "Disana dijadiin perguruan tinggi sekarang."
Saya :"Oh gtu." (kaget beneran).....
lalu berlanjutlah dialog kami seputar aktivitas saya sekarang, aktivitas beliau sekarang (beliau masih setia mengajar seni drama). Di tengah-tengah suasana hati yang masih sumringah, saya kembali terkejut. Searching...... 1 file found! Alhamdulillaah... "Itu Pak Zein??" antara kaget, heran, dan senang, pertanyaan itu saya ajukan ke Pak Dayat sambil menunjuk sesosok bapak yang berdiri sekitar 5 meter dari tempat kami duduk. "Iya....... Pak Zein! Sini, ini ada murid kita!" ya Allah...ya Allah... ya Allah... alhamdulillaah... Pak Zein Akbar, guru hadits saya di kelas 4-5 SD. Sambil melihat sosok beliau yang berjalan menghampiri kami, terbayang di pelupuk mata ketika saya dengan 40an teman sekelas sibuk komat kamit cepet-cepet hapalin hadits di dalam kelas agar bisa langsung setoran hari itu juga dan selamat dari cubitannya Pak Zein. ya Allah.. alhamdulillaah.. Engkau masih berikan umur pada beliau untuk mendidik anak-anak muslim menghafal hadits Rasul-Mu.. berkahilah hidup beliau ya Allah.. berkahilah... Pak Zein lalu duduk di samping kanan Pak Dayat. Baru sejenak obrolan berlanjut, lalu.. "Pak Drajat! Sini!" Pak Zein memanggil seorang bapak lagi untuk bergabung. Pucuk dicinta ulam tiba, batin saya.
Pak Zein : "Inget Pak Drajat?"
Saya : "Mmm.. inget wajahnya, Pak. Tapi belum sempet diajar.."
Pak Zein : "Kamu lulus tahun berapa memang?"
Saya : "2000."
Pak Drajat : "Ohh,iyaaa... Tahun 2000 saya baru masuk..."
Tidak lama Pak Dayat permisi karena ada keperluan, dan obrolan saya dengan Pak Zein dan Pak Drajat berlanjut. Pak Zein ternyata lulusan UII Jogjakarta, tahun1985-1990. Setelah itu beliau melanjutkan studi di Bandung sebelum akhirnya mengajar mata pelajaran hadits di SD Islamic Village Karawaci Tangerang sampai sekarang. Saya juga jadi tahu ternyata putri beliau bersekolah di salah satu pesantren di Banyumas, tepatnya pesantren di sebelah RSUD Banyumas. Saya tidak ingat namanya apa, tapi beberapa kali selama coass saya ditugaskan di RSUD Banyumas. Pak Drajat asli Bandung, sampai kuliah tinggal di Bandung. Baru ketika mau mengajar di Islamic, beliau hijrah dari Bandung.. Sambil mendengar kisah beliau berdua, hati saya tergelitik. ya Allah... bapak-bapak ini, benar-benar tidak berubah ya. Nge-plek sama ama gambaran beliau-beliau di memori otak saya 11 tahun yang lalu. Gesturenya, gaya bicaranya, style pakaiannya, ukuran badannya (ga makin kurus atau makin gemuk), bahkan potongan rambutnya.. per..sisss. kalaupun ada perbedaan, tipissss banget. ga signifikan. ya Allah... :'))
Pertemuan singkat kami terhenti saat terdengar panggilan Allah dari masjid untuk sholat ashar. Pak Zein mengajak saya sholat berjama'ah.
"Silakan, Pak duluan. Saya lagi engga.."
"Oke. Bapak duluan ya."
Dan bapak-bapak guru saya pun beranjak meninggalkan kantin. Kedua mata saya basah seiring beranjaknya dua sosok bapak guruku itu. Sungguh, sebuah nikmat tak terlukiskan yang saya rasakan di sore yang berawan itu. Alhamdulillaah.. alhamdulillaahh.. ya Allah.. Allah maha tahu apa yang ada di dalam hati, pun mengetahui rasa rindu di dalam hatiku terhadap mereka yang tidak mampu aku penuhi. ya Allah.. bila pertemuan di dunia ini saja sudah begitu indahnya aku rasakan, apalagi jika Allah perkenankan pertemuan yang abadi di surga-Nya kelak..? ya Allah.. akankah..? ya Allah... Allah telah mengatur pertemuan kami sore itu. Persis, karena tidak lama berselang dari beranjaknya bapak-bapak guruku, teman-teman SMP saya datang satu per satu. Niat kami untuk bersilaturrahim dengan guru-guru SMP pun urung terwujud karena mereka sudah pulang sejak siang hari. Manusia bisa berencana. Namun, Allah-lah hakim tunggal setiap peristiwa, pertemuan, dan perpisahan..
Segala puji bagi Allah.. :)
Wednesday, January 11, 2012
The Kite Runner
Edisi terjemahan, terbit 2010
Pengarang : Khaled Hosseini
Tebal : 496 halaman
Penerbit : Qanita
Terlambat mungkin ketika di hareee geneee (hehe) saya baru menuliskan tentang buku ini. Gapapa deh, memang saya telat bacanya.. hehe. Tapi, keterlambatan ini sama sekali tidak mengurangi semangat saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca oleh lebih banyak manusia, agar bisa menginspirasi lebih banyak lagi manusia di bumi Allah.. :))
Buku ini saya nobatkan sebagai novel paling SPEKTAKULER yang pernah saya baca. Ya, SPEKTAKULER. Itu padanan kata dalam bahasa Indonesia yang saya rasa paling mendekati untuk merepresentasikan keindahan karya sastra ini. Sejak diterbitkan pertama kali tahun 2003, novel ini telah diterjemahkan ke dalam 42 bahasa dan terjual lebih dari 8 juta kopi di seluruh dunia. Mengisahkan tentang persahabatan antar dua anak manusia, yaitu Amir -anak seorang pengusaha kaya di Afghanistan- dan Hassan -anak semata wayang pelayan di rumah Amir-, novel ini sukses bertengger di daftar New York Times bestseller selama lebih dari 2 tahun. Pencapaian yang (lagi-lagi) SPEKTAKULER bagi seorang penulis untuk novel perdananya. Novel ini telah difilmkan pada tahun 2007 oleh Paramount Pictures, dengan judul yang sama.
Amir, terlahir dari etnis Pashtun. Etnis yang berstrata sosial tinggi di Afghanistan kala itu. Sebagai seorang Pashtun, Amir memiliki keberuntungan yang tidak dimiliki oleh anak-anak etnis Hazara, yang dipandang rendah oleh masyarakat Afghan kala itu.
Bagi Amir, ayah adalah segala-galanya. Kecintaan dan penghormatannya terhadap sang ayah berada di atas segalanya. Bahkan, kata pertama yang dapat ia ucapkan semasa balitanya adalah:Baba*). Sejak itu, Amir tahu hanya ada satu hal yang harus ia perjuangkan selama hidupnya: menjadi anak kebanggaan Baba. Karenanya, Amir rela mengorbankan apapun.. apapun, demi meraih apa yang diperjuangkannya itu..
Hassan, tubuhnya mungil. Matanya hijau, dengan hidung kecil mungil. Bibir Hassan sumbing. Hassan senang mendengar cerita.. mahir bermain ketapel. Hassan seorang Hazara, dan ia mencintai Amir. Cinta yang berbuah kesetiaan. Seperti setianya seorang budak kepada tuannya yang telah membelinya dari majikan jahat dengan harga tinggi. Amir adalah segala-galanya bagi Hassan. Amir adalah satu-satunya temannya, sahabatnya, saudaranya.. dalam keimanan.. Karenanya, apapun akan Hassan berikan untuk kebanggaan sahabat masa kecilnya itu. Itulah keinginan terbesar Hassan dalam hidupnya: memberi apa saja yang terbaik untuk Amir.Untukmu, Amir! Yang keseribu kalinya!
Dan tibalah hari itu. Hari bagi Amir dan Hassan untuk mewujudkan mimpi-mimpi mereka pertama kalinya.. hari yang bersejarah. Hari festival layang-layang. Hassan telah bermimpi, hari itu akan menjadi hari mereka. Amir akan menang, dan Hassan akan berlari.. berlari mengejar layang-layang terakhir yang jatuh untuk Amir... agar dapat dipersembahkan Amir untuk Baba. Amir akan menjadi anak kebanggaan Baba. Hassan tau ia pasti berhasil mengejar layang-layang itu untuk Amir, ia selalu berhasil...
Tetapi, meraih impian selalu berarti memberi pengorbanan.. pengorbanan yang, mungkin, teramat besar..
Membaca novel ini merupakan sebuah pengalaman tak terlupakan bagi saya. Hosseini menarasikan tokoh, tempat, dan peristiwa dengan sangat jelas dan cerdas. Membuat saya merasa seperti melihat sendiri setiap kata yang tertulis. Tidak ada yang abu-abu. Semua jelas. Sejelas hitam di atas putih. Bahkan emosi yang terbangun dalam diri setiap tokoh pun dapat saya rasakan dengan jelas. Berkali-kali saya harus 'terpaksa' berhenti membaca sementara demi meredakan gejolak emosi yang rasanya seperti tidak tertahankan lagi. Penantian, penyesalan, dan harapan Amir dalam novel ini, dapat saya rasakan menjadi bagian dari penantian dan harapan saya juga selama 45 jam.. :'))
Novel ini mengingatkan saya tentang harapan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang kita lakukan, demi memperoleh kebahagiaan sejati. Manusia adalah tempatnya salah dan lupa, dan manusia terbaik bukanlah ia yang tidak pernah salah, namun ia yang mau memperbaiki diri atas kesalahan-kesalahannya. Meskipun membutuhkan satu juta langkah untuk memperbaiki diri atas kesalahan, cukup satu langkah yang kita jejakan dengan penuh keikhlasan di jalan-Nya.. maka Allah akan membuka jalan kemudahan bagi 999.999 langkah selanjutnya. Dan kita tidak pernah benar-benar memperoleh apa yang kita harapkan, sampai setelah hidup kita berakhir. Namun, semoga.. semoga di akhir cerita hidup kita nanti, di saat kematian sudah sangat dekat, semoga saat itu menjadi saat dimana Allah memperlihatkan dengan sangat jelas apa yang telah kita harap-harapkan itu...
Ya Allah, sempurnakanlah nikmat-Mu kepada kami di dunia ini, dengan mengampuni dosa-dosa kami dan memasukkan kami ke surga-Mu di akhirat kelak.. Allahummaa aamiin..
*) Panggilan untuk ayah